Kulwap 018: Apakah boleh membayar zakat dengan uang ?

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pada dasarnya, Islam mengajarkan umatnya untuk selalu berzakat dan saling membantu sesama dalam kebaikan. Dalam hal ini, zakat fitrah menjadi salah satu bentuk amal ibadah yang sangat penting bagi umat Islam. Zakat fitrah sendiri dikenal sebagai zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang Islam pada bulan Ramadan sebagai bentuk penghargaan terhadap nikmat Allah SWT yang diberikan selama bulan puasa.

Dalam menyalurkan zakat fitrah, kita dihadapkan pada dua pilihan, yaitu menyalurkannya dalam bentuk bahan makanan pokok atau uang. Namun, sebelum menyalurkannya, sebaiknya kita memperhatikan pendapat dari para ulama mengenai hal ini.


Pendapat yang Pertama (harus dengan bahan makanan pokok)

Mayoritas ulama dari kalangan Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat bahwa zakat fitrah sebaiknya dikeluarkan dalam bentuk bahan makanan pokok seperti beras, gandum, atau jagung. Hal ini didasarkan pada hadis yang hanya menyebutkan makanan pokok sebagai bentuk zakat fitrah yang harus diberikan. Selain itu, pada masa Nabi Muhammad saw, mata uang seperti dirham dan dinar sudah dikenal namun beliau tidak pernah mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk uang.

An-Nawawi mengatakan,

“Ucapan-ucapan asy-Syafi’i sepakat bahwa zakat tidak boleh dikeluarkan dengan nilainya (uang).” (al-Majmu’, 5/401)

Abu Dawud mengatakan, “Aku mendengar Imam Ahmad ditanya, ‘Bolehkah saya memberi uang dirham –yakni dalam zakat fitrah?’

Beliau menjawab, ‘Saya khawatir tidak sah, menyelisihi Sunnah Rasulullah’.”

Ibnu Qudamah mengatakan, “Yang tampak dari mazhab Ahmad ialah tidak boleh mengeluarkan uang dalam hal zakat.” (al-Mughni, 4/295)

Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, dan Syaikh Shalih al-Fauzan. (lihat Fatawa Ramadhan, 2/918—928)

 

Pendapat yang Kedua (Boleh menggantinya dengan Uang)

Namun, ada juga ulama yang membolehkan penyaluran zakat fitrah dalam bentuk selain bahan makanan pokok seperti uang. Pendapat ini didasarkan pada beberapa alasan, di antaranya:

Tidak ada dalil yang melarang penggunaan uang sebagai bentuk zakat fitrah, selama nilainya setara dengan 1 sha’ makanan pokok.

Penggunaan uang sebagai bentuk zakat fitrah dinilai lebih bermanfaat bagi fakir miskin, karena mereka dapat menggunakan uang tersebut sesuai dengan kebutuhan dan keperluan yang paling mendesak.

Ini merupakan pilihan Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan,

“Boleh mengeluarkan uang dalam zakat apabila ada kebutuhan dan maslahat. Contohnya, seseorang menjual hasil kebun atau tanamannya. Jika ia mengeluarkan zakat 1/10 (sepersepuluh) dari uang dirhamnya, zakatnya sah. Ia tidak perlu membeli kurma atau gandum terlebih dahulu. Imam Ahmad telah menyebutkan kebolehannya.” (Dinukil dari Tamamul Minnah, hlm. 380)

Beliau juga mengatakan dalam Majmu’ Fatawa (25/82—83),

“Yang kuat dalam masalah ini bahwa tidak boleh mengeluarkan uang tanpa kebutuhan dan tanpa maslahat yang kuat …. Sebab, jika diperbolehkan mengeluarkan uang secara mutlak, bisa jadi si pemilik akan mencari jenis-jenis yang jelek. Bisa jadi pula, dalam penentuan harga terjadi sesuatu yang merugikan… Adapun mengeluarkan uang karena kebutuhan dan maslahat atau untuk keadilan, tidak mengapa….”

Pendapat ini dipilih oleh Syaikh al-Albani sebagaimana disebutkan dalam kitab Tamamul Minnah (hlm. 379—380).

Mengapa boleh memberikan zakat fitrah dengan uang, Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan hujjah Madzhab Hanafi. Yakni karena hakikatnya yang wajib adalah mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta. Hal itu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

أَغْنُوهُمْ فِى هَذَا الْيَوْمِ

“Cukupkan mereka (dari meminta-minta) pada hari seperti ini.” (HR. Daruquthni)

“Mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta dapat tercapai dengan memberinya uang. Bahkan itu lebih sempurna dan mudah karena lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian maka jelaslah teks hadits tersebut mempunyai illat (sebab) yakni al ighna’ (mencukupkan)” demikian hujjah Madzhab Hanafi.

Namun, meskipun boleh menyalurkan zakat fitrah dalam bentuk uang, sebaiknya kita tetap memperhatikan kebutuhan dan kebiasaan masyarakat di sekitar kita. Jika masyarakat di sekitar kita lebih membutuhkan bahan makanan pokok daripada uang, maka sebaiknya zakat fitrah disalurkan dalam bentuk bahan makanan pokok.

 

Kesimpulan

Kesimpulannya, baik menyalurkan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan pokok maupun uang memiliki masing-masing kelebihan dan kekurangan. Namun, yang terpenting adalah niat yang ikhlas dalam menyalurkan zakat fitrah dan memperhatikan kebutuhan masyarakat di sekitar kita. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan dalam amal ibadah kita.

Wallahu a’lam bisshawab. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Referensi:
1.Hasil konsultasi dengan Ustadz Yusi Pandji, Pesantren Kumala Lestari, Cianjur
2. Hasil konsultasi dengan Dewan Syariah Laznas Al Irsyad Purwokerto


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *