Your cart is currently empty!
Kulwap-003: Tauhid & Toleransi
TAUHID & TOLERANSI
Tauhid adalah inti dari agama Islam di mana Allah adalah Satu dan Hanya satu-satunya tuhan yang berhak disembah, namun Apakah Muslim yang Ber-Tauhid tidak memiliki rasa Toleransi terhadap agama selain Islam?
Apakah Tauhid & Toleransi adalah dua hal yang berlawanan?
وَٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِٱلْءَاخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat. (QS. Al-Baqarah: 4)
Kalimat “wamaa unzila min qablika wabial-aakhirati hum yuuqinuuna” menyampaikan nilai kehidupan yang bertoleransi. Bahwa kita semua bersaudara, berasal dari rumpun satu generasi yang sama!
Jangan sampai terjadi perselisihan dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Walaupun kita tinggal di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah muslim, tidak semua tetangga kita beragama Islam! Sebagian ada yang Kristen, ada yang Hindu, ada yang Budha. Marilah kita saling menghormati satu dengan lainnya.
Di tengah situasi pandemi seperti ini, bagi yang ada kelebihan, ayo kita saling berbagi … jangan sampai ada tetangga kita yang terlewat.
304- وعن أَبي ذر t ، قَالَ : قَالَ رَسُول الله r : (( يَا أَبَا ذَرٍّ ، إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً ، فَأكثِرْ مَاءهَا ، وَتَعَاهَدْ جيرَانَكَ )) رواه مسلم .
وفي رواية لَهُ عن أَبي ذر ، قَالَ : إنّ خليلي r أوْصَاني : (( إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَاً فَأكْثِرْ مَاءها ، ثُمَّ انْظُرْ أهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ ، فَأصِبْهُمْ مِنْهَا بِمعرُوفٍ ))
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah bersabda: ‘Wahai Abu Dzarr, jika engkau memasak masakan berkuah, maka perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah tetanggamu.” [HR Muslim]
Bayangkan Keindahan Islam … orang Islam punya makanan, baunya nyampe ke tetangga, kata nabi “bagi tetangga itu, walaupun cuma kuahnya” … tapi jangan salah baca ya, yang dibagi hanya kuahnya (hehe) 😊
Cara membacanya begini, “bahkan ketika kita masak … hanya memasak “kuahnya” saja, bagilah pada tetangga! Apalagi kalau kita masak dengan “isinya”, misal dagingnya, dan isian dari kuah makanan tersebut.
Apakah pernah disebutkan dalam redaksi Hadist di atas, agar kita hanya membagi makanan kalau tetangga kita Muslim? Tidak pernah!
Mungkin kita tinggal di tempat yang kita adalah minoritas. (seperti kita semua nih yang tinggal di Finland). Misal nih ya .. kita punya 5 tetangga, 4 muslim, 1 non muslim. Kita masak … bagi!
Karena tidak pernah ada redaksi dalam Hadist, kita hanya bagi makanan kalau tetangga kita muslim. Tidak ada redaksi Hadist seperti itu!
Jangan sampai kita hanya membagi makanan kepada 4 tetangga muslim, dan satu tetangga yang non musim kita lewatkan. Terus dia (red-tetangga non muslim) lihat kalau kita lagi bagi bagi makanan, kemudian nyeletuk “Wah Bu .. itu kelihatannya enak ya” (sambil ngiler). Kemudian kita jawab “Iya bu, enak… cuman sayang Ibu kafir” … Masya Allah, Itu bukanlah akhlak seorang muslim.
Ayo kita berbagi, walaupun dengan mereka yang non-muslim. Tidak ada masalah!
Nah karena kita semua bersaudara, saling menyayangi satu sama lainnya. Maka konsep berbagi yang paling utama adalah berbagi nilai kebaikan! Nilai yang paling utama sebagai bekal kita pulang, adalah nilai keyakinan, atau TAUHID!
Oleh karena itu Al Quran datang dengan membawa referensi “sayangi saudaramu, berikan berita yang benar! Tunjukkan kebenaran, jangan tutupi nilai kebenaran!
Walaupun konsep tauhid ini disampaikan, Al Quran tetap memberikan toleransi yang dalam. Bahkan sampai menyebutkan dalam ayat di bawah ini,
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui (QS. Al-Baqarah: 256)
“La Ikraha Fiddin”, tidak boleh ada paksaan dalam memeluk keyakinan yang benar. Yang dimaksud dengan “din” adalah agama islam “innaddina indallahil islam”. Tidak boleh ada paksaan dalam memeluk agama islam!
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ
Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. Ali ‘Imran Ayat 19)
Jadi kalaupun ajaran tauhid ini disampaikan, ini murni sebagai referensi informasi yang benar, untuk dikaji secara ilmiah, baik oleh logika atau sumber dari nilai-nilai Wahyu yang bisa dilacak kebenarannya, dan bisa diteliti.
Anda yakin … silahkan berislam … kalau belum yakin silahkan banyak belajar, dan Anda bisa memilih apa yang Anda yakini.
Namun ingat, setiap kita akan bertanggung jawab di akhirat kelak
Tuh kan … Objektif dan fair 😊
Wallahualam Bissawab
Sumber:
Tanggal: 17 Juli 2020
Pembicara: Ustadz Adi Hidayat
Link rekaman kajian secara lengkap: https://www.youtube.com/watch?v=P7cd-vOt7wA
Leave a Reply